Selasa, 22 September 2015

SATU WUJUD PERPECAHAN NYATA NU

PESANTREN SALAFIYAH SYAFIIYAH SUKOREJO SITUBONDO YANG KINI DIASUH KH ACHMAD AZAIM IBRAHIMY (PENGASUH KE-IV) AKHIRNYA MENYATAKAN MUFAROQOH (MEMISAHKAN DIRI) DARI PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA (PBNU) hasil Muktamar NU KE-33 DI ALUN-ALUN JOMBANG.

PENGASUH PONDOK SUKOREJO UMUMKAN MUFAROQOH
Posted 9 hours ago by Mahad Aly

Pengasuh Pondok Sukorejo Umumkan Mufaroqoh

Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo yang kini diasuh KH Achmad Azaim Ibrahimy (pengasuh ke-IV) akhirnya menyatakan Mufaroqoh (memisahkan diri) dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hasil Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang.

Putusan tersebut disampaikan pada acara Halaqah ke III dalam rangka mengenang kembali perjalanan pendirian NU. Halaqoh ke III ini tidak terlepas dari rangkaian acara napak di tilas yang telah diselengarakan di Ponpes Syaichona Cholil Bangkalan dan Ponpes Tebuireng Jombang. Ikut hadir, KH. Sholahuddin Wahid, KH. Hasyim Muzadi, KH. Luthfi Bashori, KH. Afifuddin Muhajir, perwakilan dari Medan, Jawa Tengah dan berbagai ulama sepuh lainnya.

Acara napak tilas di PP Syaichona Cholil Bangkalan disepakati untuk mempertajam pembahasan Khashaish Aswaja NU yang bertentangan dengan konsep pendiri NU. Acara napak tilas di Ponpes Tebuireng menyoroti proses muktamar ke 33 di Jombang yang banyak manipulasi yang disengaja dan sistemik. Terbukti saat proses pendaftaran, pemilihan Ahwa dan lain-lain. Sedangkan acara napak tilas di Situbondo sudah mengerucut kepada pembahasan “sosok” yang telah menyelewengkan khashaish aswaja NU yang bertentangan dengan haluan yang telah dirumuskan pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari.

Dalam Maklumat Mufaroqoh tertanggal 21 September 2015, KHR. Ach. Azaim Ibrahimy menyatakan, “Setelah mengamati dengan seksama melalui pengkajian secara lahiriah dan batiniah serta bertawassul kepada para ulama pendiri NU, kami melihat adanya penyimpangan tata cara Muktamar ke-33 NU di alun-alun Jombang, 1-6 Agustus 2015 yang kemudian menghasilkan keputusan dan langkah-langkah yang menyimpang pula,” tegas Kiai Azaim Ibrahimy saat menyampaikan maklumat pada akhir acara.

“Kami, Pengasuh dan keluarga besar pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo (tempat diputuskannya kembali ke khittah NU 1926) tidak ikut mempertanggungjawabkan proses dan hasil Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang baik kepada umat nahdliyin maupun kepada Allah SWT. Oleh karenanya kami menyatakan MUFAROQOH (melepaskan diri dari semua tanggung jawab) dan tidak ada kait mengkait antara kami dan PBNU hasil Muktamar ke-33 NU di alun-alun Jombang,” Tegas beliau saat menyampaikan maklumat di depan ratusan peserta dan kiai sepuh.

Para peserta merinding mendengar pernyataan Maklumat Mufaroqoh dari pengasuh PP Salafiyah Syafi’iyah. Semua peserta sepakat mufaroqoh dan membubuhkan tanda tangan sebagai sikap penolakan terhadap hasil keputusan Muktamar NU ke 33 di alun-alun Jombang.

Istilah mufaroqoh pertama kali dipopulerkan oleh KHR. As’ad Syamsul Arifin (pengasuh ke-II PP. Salafiyah Syafi’iyah). KHR. As’ad Syamsul Arifin dengan jantan menyatakan “Mufaroqoh” terhadap Gus Dur yang waktu itu mengusung paham liberal. Menurut pandangan Beliau, Ibarat imam salat, Gus Dur di mata Kiai As’ad sudah batal kentut. Karena itu, tak perlu bermakmum kepadanya, mufaraqoh. Kiai As’ad pada waktu itu tidak menyuruh pengurus lain untuk ikut mufaroqoh bersama beliau. Pengurus lain tetap berjuang sesuai jalurnya masing-masing. Mufaroqoh dalam istilah fikih bukan diartikan membelot (KBBI: lari dari golongan atau kaumnya lalu memihak kepada musuh) dari imam, tetapi usaha makmum untuk meneruskan shalatnya sendiri karena shalatnya imam batal dan tidak sah untuk diikuti.

Website Resmi Ma`had Aly Situbondo - http://mahad-aly.sukorejo.com/2015/09/pengasuh-pondok-sukorejo-umumkan-mufaroqoh/