Kamis, 29 Oktober 2015

KISAH TELADAN KETAWADHU'AN AL-IMAM MALIK

   Berkata Ibnu Wahb -rahimahullah -: "Aku mendengar (imam) Malik di tanya tentang (hukum) menyela-nyelai jari-jari kedua kaki di dalam wudhu, maka beliau menjawab : 'Itu tidaklah wajib bagi manusia'. Ibnu Wahb berkata : Aku tinggalkan beliau hingga orang-orang tinggal sedikit. Lalu aku berkata kepadanya : Kami memiliki sunnah (hadits) dalam hal itu. Beliau bertanya : 'Apa itu?' . Aku berkata:
   Telah menceritakan kepada kami Al-Laits bin Sa'd dan Ibnu Lahi'ah, serta 'Amr bin Al-Harits dari Yazid bin 'Amr Al-Mu'arifi dari Abu Abdirrahman Al-Habli dari Al-Mustaurid bin Syaddad Al-Qurasyi, dia berkata : "Aku melihat Rasulullah -shallallahu 'alaihiwasallam - menyela-nyelai di antara jari-jari kedua kakinya dengan jari kelingkingnya. " Maka imam Malik berkata : 'Ini adalah hadits yang hasan. Aku tidak pernah mendengarnya samasekali kecuali sekarang. '
   Berkata Ibnu Wahb : Kemudian setelah itu aku mendengar beliau di tanya, maka beliau memerintahkan untuk menyela-nyelai jari-jarinya. "

( Muqaddimah Al-Jarhu wa At-Ta'dil hal. 30)

   Ini adalah sedikit contoh ketawadhu'an imam Malik, dan merupakan contoh kecil dari akhlak para ulama, yang seharusnya kita yang teramat sedikit ilmunya ini lebih pantas untuk tawadhu, tidak malah merasa sebagai orang terbaik di antara manusia lainnya.
   Mari kita coba petik beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah di atas, yang bisa kita cocokkan dengan keadaan akhlak dan  keseharian kita. Sebenarnya bukan kapasitas ana untuk berbicara, namun sebagai salah satu admin ana menghimbau kepada antum untuk bersikap, di antaranya :

( Di himbau untuk di baca oleh setiap anggota group KIB)

1. Sebagai manusia biasa, walaupun di kenal sebagai seorang 'alim besar, tidaklah semua ilmu ada pada dirinya.
2. Di antara tanda kebaikan seseorang adalah dia mau menerima kebenaran yang datang dari orang lain, dan tidak kolot di atas kekeliruannya.
3. Lapang di dalam menerima kebenaran adalah kemuliaan, dan sebaliknya menolaknya adalah kehinaan. Ingatlah Allah yang menilai, kemudian manusiapun akan mengingat dan menilainya.
4. Sabar di dalam menerima kebenaran yang datang dari orang lain, walaupun terkadang merasa berat dan sesak, serta tidak gusar tatkala menerima nasihat.
5. Di atas orang berilmu itu ada yang lebih berilmu.
6. Tidak merasa dirinya sebagai yang paling berilmu dan merendahkan orang lain.
7. Tidak berprasangka buruk kepada orang lain, namun berprasangka buruklah kepada diri sendiri.
8. Tidak bermuka dua, yakni di depan menerima tapi di belakang mencerca.

   Tentunya pelajaran yang bisa di ambil dari kisah tersebut sangatlah banyak, yang tidak bisa ana sebutkan. Tapi marilah kita secara bersama-sama berusaha memperbaiki kekurangan kita masing-masing, agar kehidupan di masa mendatang lebih baik dari sebelumnya.

   Kisah dan pelajaran ini ana sebutkan karena adanya sebab yang mendorong dan menggugah untuk di sebutkan, yang tentunya tidak terlepas dari berbagai macam kekurangan. Dengan banyaknya asatidzah di forum ini, ana mohon masukan -masukannya demi kebaikan  bersama.
Barakallahufikum

Admin KIB ALF